Dampak Tarif Resiprokal AS: 50 Ribu Buruh Terancam PHK
Radio Senda 1680 – Dampak tarif resiprokal AS yang diumumkan oleh Presiden Donald Trump diperkirakan akan membuat banyak investor asing hengkang dari Indonesia. Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), menjelaskan bahwa tarif baru ini akan mempengaruhi beberapa sektor industri. Ini seperti tekstil, alas kaki, dan elektronik, yang sebagian besar dikelola oleh investor asing.
Said Iqbal menjelaskan bahwa sektor-sektor industri yang terdampak, seperti tekstil, garmen, sepatu, elektronik, dan makanan-minuman, umumnya dikelola oleh perusahaan asing. Ia menduga investor asing akan segera menarik investasinya dari Indonesia. Kemudian beralih ke negara dengan tarif masuk AS yang lebih rendah.
“Simak Juga: Kencing Berbusa, Apa Penyebabnya?”
“Sebagai contoh, sektor tekstil kemungkinan akan pindah ke Bangladesh, India, atau Sri Lanka yang tidak terkena kebijakan tarif dari AS,” ucap Iqbal dalam konferensi pers virtual pada Sabtu (5/4/2025).
Namun, Iqbal juga mencatat bahwa tidak semua investor asing akan meninggalkan Indonesia. Beberapa investor dari Taiwan, Korea, dan Hongkong, yang selama ini mendominasi sektor tekstil di Indonesia, mungkin akan tetap berproduksi di Indonesia. Namun, mereka dapat memilih untuk memasarkan produknya dengan merek negara lain, seperti Sri Lanka.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memprediksi bahwa sekitar 50.000 buruh di sektor-sektor yang terdampak akan kehilangan pekerjaan. Hal ini akan terjadi dalam tiga bulan setelah penerapan tarif resiprokal tersebut. Kebijakan yang Donald Trump umumkan pada 9 April 2025 ini membuat barang-barang Indonesia yang masuk ke AS akan terkena tarif 32 persen.
“Dalam kalkulasi sementara, kami memperkirakan lebih dari 50.000 buruh berpotensi terkena PHK dalam tiga bulan setelah penetapan tarif baru ini,” ungkap Iqbal.
Tarif tinggi yang AS tetapkan akan menyebabkan harga barang asal Indonesia menjadi lebih mahal di pasar AS. Hal ini, menurut Iqbal, akan menurunkan permintaan barang-barang Indonesia di sana. “Karena harga barang Indonesia naik, pembeli di Amerika akan menurun. Ini berisiko menurunnya penjualan produk Indonesia,” ujarnya.
Penurunan permintaan ini menyebabkan perusahaan-perusahaan di Indonesia mengurangi produksi, dan pada gilirannya dapat memaksa mereka untuk melakukan efisiensi. Hal ini termasuk mengurangi jumlah karyawan atau bahkan menutup pabrik yang tidak lagi menguntungkan.
“Baca Juga: USU-BNPT, Dialog Kebangsaan untuk Perkuat Persatuan Bangsa”