Guru Besar UGM Terlibat Kekerasan Seksual, Sahroni: Pidanakan!
Radio Senda 1680 – Guru Besar UGM dari Fakultas Farmasi, Edy Meiyanto, resmi dipecat setelah terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap sejumlah mahasiswa. Keputusan ini merupakan hasil investigasi mendalam yang dilakukan oleh Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM.
Sekretaris UGM, Andi Sandi, menyatakan bahwa pemecatan ini tertuang dalam SK Rektor Nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 tertanggal 20 Januari 2025. “Pimpinan UGM sudah menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian tetap sebagai dosen sesuai dengan peraturan kepegawaian yang berlaku,” tegas Andi dalam pernyataan resminya di Yogyakarta, Minggu (6/4).
Tindakan pelecehan seksual oleh EM berlangsung sepanjang 2023 hingga 2024 dan terbongkar setelah adanya laporan ke Fakultas Farmasi pada Juli 2024. Pelaku menggunakan pendekatan akademik seperti bimbingan dan diskusi sebagai modus, yang sebagian besar ia lakukan di luar lingkungan kampus. Ia memanfaatkan perannya sebagai dosen pembimbing untuk menciptakan situasi manipulatif dan relasi yang tidak setara dengan para mahasiswa.
“Simak Juga: Tunda Pemblokiran TikTok, Trump Beri Waktu 75 Hari”
Kasus ini memperlihatkan bagaimana pelaku menyamarkan kekerasan seksual melalui relasi kuasa di dunia akademik. Tim penyelidik memeriksa sebanyak 13 saksi dan korban selama proses investigasi. Berdasarkan hasil pemeriksaan, tim menyimpulkan bahwa EM melanggar Pasal 3 ayat (2) huruf l dan m Peraturan Rektor UGM Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual, serta melanggar kode etik dosen.
Sebagai bentuk perlindungan awal, EM telah dibebastugaskan dari seluruh aktivitas tri dharma perguruan tinggi dan dicopot dari jabatan Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) sejak 12 Juli 2024. “UGM melalui Satgas PPKS terus memberikan perlindungan dan pemulihan kepada para korban,” kata Andi.
Langkah ini adalah demi menjaga ruang aman di lingkungan kampus, terutama bagi para mahasiswa yang menjadi korban. UGM juga berkomitmen meningkatkan sistem pelaporan dan dukungan psikologis bagi penyintas. Pendampingan korban mencakup layanan konseling, bantuan hukum, hingga upaya pemulihan mental. UGM berharap kasus ini menjadi momentum penguatan budaya anti kekerasan seksual dalam kehidupan akademik sehari-hari.
Menanggapi kasus ini, Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni, meminta agar pemecatan tidak menjadi akhir penanganan. Ia mendesak agar pelaku juga diproses secara pidana. “Saya minta kepolisian menindak tegas. Ini tidak boleh berhenti di pemecatan saja,” ujarnya, Senin (7/4).
Sahroni menegaskan bahwa pelaku kekerasan seksual bisa berasal dari latar belakang apa saja, dan ia mendorong aparat penegak hukum untuk menjatuhkan hukuman berat demi menciptakan efek jera. Ia juga meminta kampus, aparat penegak hukum, dan kementerian terkait untuk membangun koordinasi aktif. Melalui kerja sama ini, Sahroni berharap aparat dapat mengadili pelaku secara adil dan memberikan keadilan yang layak bagi para korban.
Saat ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi juga sedang memproses pencopotan status Aparatur Sipil Negara (ASN) pelaku.
“Baca Juga: Waspadai Tanda Gangguan Usus dari Buang Air Besar”