Perang Tarif AS–China Memanas, Indonesia Dapat Jeda 90 Hari
Radio Senda 1680 – Perang tarif antara Amerika Serikat dan China kembali memanas, memicu ketegangan baru dalam perdagangan global. Kedua negara saling serang dengan kebijakan tarif impor secara bertubi-tubi, memperburuk situasi ekonomi internasional. Di tengah konflik antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia ini, Indonesia mendapat sedikit ruang bernapas berkat penundaan tarif selama 90 hari.
Presiden AS Donald Trump memicu kehebohan global dengan kebijakan tarif impor tinggi terhadap barang-barang dari berbagai negara, terutama China. Kebijakan ini dimulai pada 4 Februari 2025 dengan tarif awal sebesar 10 persen untuk produk asal China. Tak tinggal diam, China membalas dengan mengenakan tarif 15 persen pada barang-barang asal AS.
“Baca Juga: 3 Kisah Nyata yang Membuktikan Kebenaran Reinkarnasi”
Perang dagang pun terus bereskalasi. Kedua negara saling menaikkan tarif hingga akhirnya pada 11 April 2025, China menetapkan tarif hingga 125 persen, sementara AS membalas dengan tarif lebih tinggi lagi, mencapai 145 persen. Tak hanya China yang terkena imbas. Pada 2 April 2025, Trump juga menetapkan tarif timbal balik terhadap lebih dari 185 negara dan wilayah, termasuk Uni Eropa, dengan kisaran tarif antara 10 persen hingga 50 persen.
Indonesia termasuk dalam daftar negara yang terdampak kebijakan tarif baru ini. Produk-produk unggulan ekspor Indonesia ke AS seperti elektronik, tekstil, alas kaki, minyak sawit (palm oil), karet, furnitur, serta hasil perikanan laut dikenakan tarif sebesar 32 persen. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) menyatakan bahwa tarif ini akan berdampak signifikan terhadap daya saing produk Indonesia di pasar AS.
Namun, pada 9 April 2025, AS mengumumkan penundaan tarif tinggi untuk 57 negara, termasuk Indonesia, selama 90 hari. Tarif yang semula 32 persen turun sementara menjadi 10 persen. Penundaan ini adalah sebagai bentuk penghargaan atas upaya negosiasi yang telah sejumlah negara lakukan.
Trump mengungkapkan bahwa 75 negara telah mengajukan negosiasi, tetapi tidak semuanya mendapatkan jeda 90 hari. Masa penangguhan ini menjadi peluang emas bagi Indonesia untuk memperkuat diplomasi dagang. Selain itu, untuk menyusun strategi agar produk ekspor tetap kompetitif di tengah ketidakpastian global.
Langkah cepat dan koordinasi lintas kementerian akan menjadi kunci agar Indonesia tidak kembali terdampak saat masa penundaan berakhir.
“Simak Juga: Singapura Perketat Aturan Mi Instan dan Bumbu Lewat Nutrigrade”