Berita Terkini

Trump Pecat Kepala Intelijen Pertahanan AS ‘Jeffrey Kruse’, Apa Alasannya?

Radio Senda 1680 – Kepala Badan Intelijen Pertahanan Amerika Serikat (DIA), Letnan Jenderal Jeffrey Kruse, tiba-tiba dipecat oleh pemerintahan Donald Trump. Keputusan ini menambah daftar panjang perwira tinggi militer yang kehilangan jabatannya di bawah kepemimpinan Trump, menimbulkan spekulasi luas tentang gaya kepemimpinannya yang keras dan penuh kontroversi.

Alasan di Balik Pencopotan

Pemecatan Jeffrey Kruse terjadi setelah laporan internal DIA menilai kerusakan akibat serangan AS terhadap program nuklir Iran tidak sebesar yang Trump klaim. Presiden Trump sebelumnya menyatakan bahwa serangan tersebut menghancurkan seluruh situs nuklir Iran. Namun, penilaian intelijen menyebutkan kerusakan itu hanya menunda program Iran beberapa bulan saja, sehingga memicu kemarahan sang presiden.

“Baca Juga: KPK Tangkap Wamenaker Immanuel Ebenezer atas Dugaan Pemerasan”

Dua sumber yang mengetahui langsung peristiwa ini menyebut bahwa Menteri Pertahanan Pete Hegseth resmi memberhentikan Kruse setelah laporan itu dipresentasikan. Bagi Trump, perbedaan penilaian ini melemahkan klaim keberhasilan militernya.

Efek Domino di Tubuh Militer

Selain Kruse, dua perwira senior lainnya juga meninggalkan jabatan mereka. Mereka adalah Wakil Laksamana Nancy Lacore, kepala Cadangan Angkatan Laut, serta Laksamana Muda Milton Sands, komandan Komando Perang Khusus Angkatan Laut. Ketidakjelasan alasan pengunduran diri keduanya justru semakin memperkuat gambaran adanya gejolak di lingkaran pertahanan AS.

Kruse sendiri telah menjabat sebagai kepala DIA sejak awal 2024. Sebelum posisi itu, ia merupakan penasihat urusan militer untuk direktur intelijen nasional dan pernah menjadi direktur intelijen dalam koalisi internasional yang melawan kelompok teroris ISIS. Karier panjangnya membuat pemecatan ini terasa mengejutkan, bahkan bagi kalangan internal militer.

Serangan Militer ke Iran

Pemecatan ini tidak bisa lepas dari operasi besar-besaran yang AS lancarkan pada Juni lalu terhadap tiga lokasi nuklir Iran. Serangan itu melibatkan lebih dari 125 pesawat tempur, drone canggih, serta kapal selam bersenjata rudal kendali. Trump menyebut operasi tersebut sebagai “keberhasilan spektakuler” dan berulang kali menegaskan bahwa situs nuklir Iran hancur total.

Namun, laporan Pentagon dan DIA justru menyebutkan bahwa dampaknya tidak sebesar klaim Trump. Program nuklir Teheran memang terganggu, tetapi hanya dalam hitungan bulan, bukan sepenuhnya lumpuh. Perbedaan penilaian inilah yang memicu ketegangan serius antara Gedung Putih dan komunitas intelijen militer.

Gaya Kepemimpinan Trump

Kasus Kruse menambah catatan tentang gaya kepemimpinan Trump yang kerap bertentangan dengan aparat keamanan maupun lembaga intelijen. Banyak pihak menilai Trump cenderung menuntut loyalitas penuh, bahkan jika harus berbenturan dengan analisis faktual di lapangan. Banyak pihak mulai mempertanyakan arah kebijakan pertahanan AS ke depan, terutama ketika keputusan penting lebih didorong oleh politik daripada fakta intelijen.

“Simak Juga: Kasus Balita Meninggal karena Cacingan, KDM Siapkan Sanksi untuk Pejabat Desa”