Google Terbukti Memonopoli Iklan Digital, Terancam Jual Bisnis
Radio Senda 1680 – Google terbukti memonopoli iklan digital setelah Pengadilan AS menyatakan dominasi ilegalnya di pasar teknologi periklanan. Putusan ini menjadi yang kedua dalam kurun waktu kurang dari setahun, memperkuat tuduhan terhadap dominasi Google dalam ekosistem iklan daring.
Hakim Leonie Brinkema menyatakan bahwa Google menyalahgunakan dominasinya di dua sektor utama: server iklan penerbit dan bursa iklan online. Dengan menggabungkan keduanya, perusahaan menghambat persaingan, merugikan penerbit, dan membatasi pilihan bagi konsumen di internet.
Putusan ini membuka jalan bagi sidang lanjutan untuk menentukan langkah pemulihan persaingan. Salah satu skenario yang muncul adalah kemungkinan pemisahan layanan periklanan Google seperti Ad Manager.
Meski demikian, pengadilan tidak menganggap akuisisi Google terhadap DoubleClick dan Admeld sebagai tindakan ilegal secara langsung. Namun, akuisisi DoubleClick senilai USD 3,2 miliar pada 2008 adalah sebagai titik awal dominasi yang pemanfaatannya untuk manipulasi harga iklan digital.
“Simak Juga: Miss Universe China 2024 Dicopot karena Tak Bisa Jalankan Tugas”
Google, melalui Kepala Urusan Regulasi Lee-Ann Mulholland, menyatakan akan mengajukan banding. Ia menekankan bahwa produk teknologi iklan Google tetap dipilih karena kesederhanaan, efektivitas, dan keterjangkauannya.
Kasus ini merupakan bagian dari upaya Departemen Kehakiman AS dan 17 negara bagian untuk menindak praktik monopoli di sektor teknologi. Sebelumnya, pada Agustus 2024, pengadilan federal di Washington, D.C., juga menyatakan Google memonopoli pasar mesin pencari online.
Tekanan terhadap Google tak hanya datang dari AS. Di Jepang, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (JFTC) juga menjatuhkan perintah cease and desist karena menganggap Google menjalankan praktik perdagangan tidak adil terkait Android. Google mewajibkan produsen perangkat seperti Samsung dan Lenovo untuk memprioritaskan Google Search dan Chrome serta membatasi pemasangan aplikasi pesaing seperti Bing atau Yahoo Japan.
JFTC menyatakan bahwa sedikitnya enam perjanjian semacam itu berlaku hingga Desember 2024. Penyelidikan yang dimulai Oktober 2023 ini juga dikoordinasikan dengan otoritas pengawas luar negeri.
Di Indonesia, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan denda sebesar Rp 202,5 miliar kepada Google LLC karena melanggar dua pasal dalam UU No. 5 Tahun 1999, yaitu Pasal 17 dan Pasal 25 ayat 1 huruf b. Google terbukti memanfaatkan posisi dominan dan menghambat akses konsumen terhadap layanan pesaing.
Namun, pengadilan membebaskan Google dari pelanggaran pasal lain dan memintanya menghentikan kewajiban penggunaan Google Play Billing (GPB) di Play Store. Keputusan ini menegaskan bahwa tekanan terhadap dominasi Google terjadi di berbagai negara dan bisa berdampak besar pada model bisnisnya di masa depan.
“Baca Juga: Sindrom Raynaud, Apa Itu dan Apakah Berbahaya?”