Greenpeace Temukan Tambang Nikel di Pulau Kecil Raja Ampat
Radio Senda 1680 – Greenpeace Indonesia mengungkapkan bahwa aktivitas tambang nikel telah terjadi di sejumlah pulau kecil di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Padahal, pulau-pulau ini masuk kategori kawasan yang dilarang untuk ditambang berdasarkan peraturan perundang-undangan.
“Dari sebuah perjalanan menelusuri Tanah Papua pada tahun lalu, Greenpeace menemukan aktivitas pertambangan di beberapa pulau kecil di Raja Ampat, yaitu Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran,” ujar Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, dalam keterangannya pada Selasa (3/6/2025).
Menurut Iqbal, ketiga pulau tersebut dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Undang-Undang ini secara tegas melarang aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil. Meski demikian, Greenpeace menganalisis bahwa aktivitas eksploitasi nikel di kawasan tersebut tetap berlangsung. Kegiatan ini telah membabat lebih dari 500 hektar hutan tropis dan vegetasi alami yang unik.
“Baca Juga: Field Trip, Mahasiswa Magister PPWP USU Praktik Lapangan”
Greenpeace juga mendokumentasikan limpasan tanah akibat pembukaan hutan dan pengerukan tanah yang memicu sedimentasi di wilayah pesisir. Sedimentasi ini berpotensi merusak terumbu karang serta mengganggu keseimbangan ekosistem laut Raja Ampat yang sangat sensitif dan kaya biodiversitas.
Selain tiga pulau tersebut, Greenpeace menyebut masih ada dua pulau kecil lain yang turut terancam oleh ekspansi tambang nikel. Kedua pulau itu adalah Pulau Batang Pele dan Pulau Manyaifun. Keduanya terletak hanya sekitar 30 kilometer dari Piaynemo, gugusan bukit karst yang ikonik dan tergambar dalam pecahan uang Rp100.000.
Iqbal menambahkan, ekspansi industri nikel ke Raja Ampat terjadi setelah sejumlah wilayah lain di Indonesia telah lebih dulu terjamah. “Industrialisasi nikel yang makin masif seiring meningkatnya permintaan global untuk mobil listrik. Ini telah menghancurkan hutan, tanah, sungai, dan laut di berbagai daerah, dari Morowali, Konawe Utara, Kabaena, Wawonii, Halmahera, hingga Pulau Obi,” jelasnya.
Iqbal menyatakan bahwa pihak industri kini mulai membidik Raja Ampat, surga terakhir di bumi, karena kandungan nikelnya yang bernilai tinggi.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, sebelumnya memutuskan untuk menghentikan sementara seluruh kegiatan operasional tambang nikel di wilayah Raja Ampat. Ia mengambil keputusan ini karena meningkatnya kekhawatiran publik dan tekanan dari aktivis lingkungan terkait potensi kerusakan ekosistem di kawasan konservasi laut tersebut.
Menurut Bahlil, terdapat lima Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel yang terdaftar di Raja Ampat. Namun, saat ini hanya satu IUP yang masih aktif, yaitu milik PT Gag Nikel (GAK), anak perusahaan dari PT Antam Tbk. Pemerintah melalui Kementerian ESDM kini tengah melakukan audit dan pemeriksaan terhadap seluruh aktivitas tambang di wilayah tersebut.
“Simak Juga: Faktor Penyebab Lonjakan Kasus Covid-19 di Asia”