Radio Senda 1680 – Guru Besar IPB, Yanto Santosa, menilai limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) memiliki potensi ekonomi jika mengelolanya secara profesional. Limbah ini, menurutnya, bisa mendukung pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen, seperti yang diharapkan Presiden RI Prabowo Subianto.
Yanto menyarankan untuk menghindari persepsi negatif tentang LCPKS yang dianggap berbahaya, meskipun sebenarnya tidak mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3), dengan mengganti istilah “limbah cair” menjadi “air limbah”. Harapannya adalah perubahan ini dapat membantu masyarakat lebih memahami potensi positif pengelolaan limbah tersebut.
“Simak Juga: USU Wisuda 1.757 Mahasiswa, Rektor Tekankan Berpikir Kritis”
LCPKS yang telah terproses ternyata mengandung berbagai unsur hara yang dapat digunakan sebagai nutrisi organik bagi tanaman kelapa sawit. Salah satu cara pemanfaatannya adalah melalui land application (LA), yaitu pengaliran limbah cair ke kebun kelapa sawit melalui sistem parit. Berdasarkan kajian dari 15 pabrik kelapa sawit (PKS), 80 persen lahan yang menerima aplikasi LCPKS menunjukkan peningkatan produksi tandan buah segar (TBS), sementara 20 persen lainnya tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan.
LCPKS tidak hanya berfungsi sebagai pupuk, tetapi juga mengandung senyawa karbon yang dapat menjadi sumber bahan bakar terbarukan. Teknologi seperti methane capture dan biodigester memanfaatkan gas metana yang terbentuk untuk menghasilkan listrik atau bahan bakar kendaraan. Meskipun teknologi ini membutuhkan investasi awal yang cukup tinggi, penghematan bahan bakar dan penjualan cangkang kelapa sawit menghasilkan keuntungan ekonomi yang signifikan.
Pemanfaatan LCPKS melalui land application dapat menghemat biaya pupuk hingga Rp57 miliar per tahun per pabrik kelapa sawit. Ini menunjukkan potensi besar dalam efisiensi biaya produksi jika melakukan pengelolaan limbah cair secara terus menerus.
Selain melalui land application dan methane capture, alternatif pemanfaatan lain dari LCPKS meliputi pengolahan berbasis alam, seperti kombinasi dengan lalat Black Soldier Fly (BSF) untuk menghasilkan produk bioplastik. Perlu melakukan kajian lebih lanjut mengenai Palm Acid Oil (PAO), produk turunan LCPKS yang memiliki berbagai manfaat.
Meskipun potensi pemanfaatannya besar, Yanto juga mencatat bahwa pengelolaan LCPKS masih menghadapi tantangan, terutama dalam aspek teknis dan investasi. Karena teknologi pengelolaan LCPKS tergolong mahal, kita perlu menyediakan sistem insentif berkelanjutan untuk memastikan pengelolaan limbah ini berjalan optimal dan memberikan manfaat ekonomi maksimal.
“Baca Juga: Gelombang Panas Australia, Apa Implikasinya bagi Indonesia?”