Polemik Ucapan 'Rakyat Jelata', PDIP Didorong Segera Tindak Tegas Deddy Sitorus
Radio Senda 1680 – Deddy Sitorus ikut terseret dalam sorotan publik setelah gelombang penonaktifan sejumlah anggota DPR RI mencuat belakangan ini. Sejumlah partai politik lebih dulu mengambil langkah tegas dengan menonaktifkan kader mereka yang arogan atau melontarkan pernyataan tidak berempati terhadap rakyat.
Pada Minggu (31/8/2025), tercatat lima anggota DPR RI resmi dinonaktifkan oleh partai masing-masing, yakni:
Setelah lima nama tersebut, perhatian publik kini tertuju pada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang tengah menerima desakan agar bersikap terhadap salah satu kadernya, Deddy Sitorus.
“Baca Juga: Demo Bandung Memanas, Massa Tembakkan Petasan ke Gerbang DPRD Jabar”
Polemik ini bermula dari cuplikan video lama yang kembali mencuat ke publik. Dalam acara “Kontroversi” Metro TV pada Desember 2024, Deddy Sitorus menanggapi pertanyaan soal perbandingan tunjangan rumah anggota DPR Rp50 juta per bulan dengan beban iuran Tapera bagi pekerja berpenghasilan UMR.
Dalam penjelasannya, Deddy menyebut perbandingan itu sebagai “sesat logika” dan menggunakan istilah “rakyat jelata” untuk menyebut pekerja dengan penghasilan rendah, termasuk tukang becak atau buruh.
Publik menilai frasa tersebut merendahkan dan mencerminkan sikap elitis, sehingga memicu gelombang kritik. Meski ucapan itu terjadi akhir 2024, video tersebut baru ramai netizen bahas kembali sejak Agustus 2025.
Deddy Sitorus saat ini duduk sebagai anggota Komisi II DPR RI periode 2024-2029 dari dapil Kalimantan Utara. Selain itu, ia juga menjabat sebagai Ketua DPP PDIP, posisi strategis di dalam partai.
Kontroversinya pun menjadi ujian bagi PDIP, yang selama ini membangun citra sebagai partai yang dekat dengan rakyat kecil atau wong cilik.
Gelombang desakan muncul di media sosial, terutama di platform X. Publik mempertanyakan mengapa PDIP belum mengambil langkah apa pun terhadap Deddy, sementara partai lain sudah lebih dulu menonaktifkan kader yang menuai kontroversi.
Bahkan, ada anggapan bahwa PDIP seolah-olah masih melindungi Deddy. Sejumlah warganet menyebut, bila PDIP berani bersikap tegas, itu akan membuktikan komitmen partai banteng terhadap aspirasi rakyat.
Desakan lebih keras datang dari aktivis diaspora, Salsa Erwina Hutagalung. Dalam unggahan video di Instagram pribadinya, ia menantang PDIP untuk tidak hanya menonaktifkan, tetapi juga memecat Deddy Sitorus secara permanen.
“Partai lain sudah mengambil langkah, meski belum maksimal. Sekarang giliran PDIP menunjukkan keberpihakan nyata pada rakyat. Jangan hanya menonaktifkan, pecat dari DPR dan partai, serta larang kembali ke politik,” tegas Salsa.
Ia juga menekankan agar langkah yang PDIP ambil itu transparan dan tidak berhenti pada pidato normatif yang membingungkan masyarakat.
Merespons viralnya potongan video, Deddy Sitorus memberikan klarifikasi. Menurutnya, pernyataan yang beredar telah dipotong sehingga menyesatkan.
“Video itu tidak utuh. Saya menjelaskan bahwa membandingkan gaji DPR dengan pekerja UMR tidak setara, sama halnya membandingkan gaji jenderal dengan prajurit. Itu sesat logika,” ujarnya melalui akun Instagram resminya pada Sabtu (23/8/2025).
Deddy menuding ada operasi buzzer yang sengaja membangun framing negatif. Ia bahkan menyebut terdapat dana hingga Rp8 miliar untuk menyerang dirinya dan PDIP.
“Saya seolah-olah dibilang bilang jangan samakan DPR dengan rakyat jelata. Itu framing jahat. Padahal konteksnya membahas gaji, bukan status. Tapi buzzer sengaja memotong video agar terlihat arogan,” jelasnya.
Lebih jauh, Deddy menegaskan bahwa gaji DPR semestinya dibandingkan dengan pejabat negara lain, seperti menteri, kapolri, atau pejabat eselon satu, bukan dengan pekerja UMR.
“Kalau dibandingkan dengan profesi yang tidak setara, itu jelas menyesatkan. Esensi pembahasan saat itu tentang kebijakan gaji, bukan tentang merendahkan rakyat,” kata Deddy.
Ia juga menilai polemik ini sudah buzzer goreng untuk memanaskan situasi politik. “Banyak orang akhirnya terpengaruh karena hanya melihat potongan video. Padahal isi talkshow itu panjang dan bernuansa debat,” tambahnya.
Hingga kini, PDIP belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait desakan publik agar menindak Deddy Sitorus. Situasi ini menempatkan PDIP dalam posisi sulit: antara menjaga citra partai yang pro rakyat, atau mempertahankan kader dengan jabatan penting.
Bila PDIP mengikuti jejak Nasdem, Golkar, dan PAN, langkah itu dapat memperkuat kepercayaan publik. Namun, jika terlalu lama diam, partai justru bisa dinilai abai terhadap aspirasi rakyat.
“Simak Juga: Awas! Penularan HPV Bisa Tanpa Hubungan Seksual, Ini Penjelasannya”